4 Januari 2011 - 20:30

Kemunduran dan prahara yang tak berkesudahan yang menimpa kaum muslimin disebabkan karena terpisahnya keimamahan dari agama. Dan patut diketahui, yang pertama syahid untuk mencegah terpisahnya keimamahan dari agama, adalah Sayyidatina Fatimah az Zahra, putri baginda Rasul

Menurut Kantor Berita ABNA, hadhrat Ayatullah Husain Nuri Hamadani salah seorang ulama marja taklid di kalangan Syiah dalam pertemuannya dengan berbagai lapisan masyarakat di Hamadan yang juga dihadiri puluhan pelajar agama dan muballigh berkata, "Imam Shadiq as dalam salah satu sabdanya menyebutkan bahwa berwilayah kepada Ahlul Bait adalah anugerah terbesar Ilahi. Anugerah tersebut diturunkan kepada umat Islam pada hari Ghadir Khum, dengan diumumkannya wilayah Imam Ali as maka lengkap dan sempurnalah agama yang dibawa Rasulullah saww."

"Pada hari kiamat nanti, mengenai masalah wilayah dan imamah juga akan dipertanyakan. Hal ini menunjukkan betapa urgen dan pentingnya masalah wilayah dan keimamahan. Rasulullah saww bersabda, "Jika sekiranya umat manusia menyatu dalam satu wilayah dan di bawah satu bendera, niscaya Allah tidak akan menciptakan neraka." Tambah beliau.

Hadhrat Ayatullah Nuri Hamadani dalam pertemuan tersebut juga menyebutkan, "Pembahasan mengenai tauhid dan iman berkaitan erat dengan pembahasan mengenai wilayah. Bahkan dalam Islam wilayah dan pemerintahan adalah sesuatu yang mutlak dan tidak mungkin dipisahkan sebab berkaitan erat dengan kebutuhan ekonomi, politik dan sosial kemasyarakatan umat Islam."

"Pemisahan antara wilayah dan pemerintahan tidak akan menghasilkan apa-apa kecuali kehancuran. Pemerintahan akan diisi oleh orang-orang yang zalim dan hanya mengurusi kepentingannya sendiri. Pemerintahan tidak lagi berbicara mengenai siapa yang layak, melainkan siapa yang lebih berkuasa. Kemunduran dan prahara yang tak berkesudahan yang menimpa kaum muslimin disebabkan karena terpisahnya wilayah dari pemerintahan. Dan patut diketahui, yang pertama syahid untuk mencegah terpisahnya keimamahan dari agama, adalah Sayyidatina Fatimah az Zahra, putri baginda Rasul." Lanjutnya.

Beliau juga menegaskan bahwa upaya Imam Khomeini untuk mendirikan Jumhuri Islam setelah beberapa abad sebelumnya politik dipisahkan dari agama adalah untuk mensinergikan ajaran-ajaran Islam dalam dunia politik. Beliau berkata, "Imam telah meminta kita, untuk mencegah datangnya bencana dan musibah yang dapat menimpa masyarakat, kita harus menjadi pendukung dan pengikut setia wilayatul faqih."  

Tenaga pengajar Hauzah Ilmiyah Qom ini kembali melanjutkan, "Sekarang kita bisa lihat, model pemerintahan yang sesuai dengan aturan Islam. Pemimpinnya adalah orang yang fakih, layak dan bertakwa, yakni Hadhrat Ayatullah Khamanei. Negara ini juga di bawah kepemimpinan wilayatul faqih dalam 30 tahun terakhir mampu mengejar ketertinggalannya dalam berbagai bidang."

Ayatullah Nuri Hamadani berkata, "Hari ini Iran sebagai republik Islam melalui keberkahan wilayah Ahlul Bait menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam berbagai bidang. Kita melaju dalam bidang politik, ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan mampu menjaga tradisi dan budaya-budaya kita. Orang-orang zalim dan takabburpun tidak punya tempat di negeri ini."

Beliau turut menjelaskan bahwa revolusi memiliki 3 pilar utama dan untuk menjaganya juga tetap butuh pada ketiga pilar tersebut. Beliau berkata, "Islam adalah pilar pertama dan rukun paling utama dari revolusi yang digulirkan imam Khomeini ra. Pilar lainnya adalah rakyat. Dengan adanya partisipasi dan dukungan yang besar dari masyarakat, maka revolusi bisa dimenangkan. Rakyat harus sadar dan paham dengan kondisi yang sebenarnya, sehingga muncul tekad bersama untuk melakukan perubahan. Sedang pilar yang ketiga adalah ketokohan pemimpin yang adil."

Di akhir ceramahnya beliau mengibaratkan bahwa revolusi itu seperti pisau tajam yang mengoyak-ngoyak kemapanan pemerintahan yang zalim. Beliaupun menghimbau kepada kaum muslimin agar tetap menjaga semangat revolusi tersebut sampai kedatangan Imam Mahdi yang akan menyebarkan keadilan dan memerangi kezaliman.